Friday, March 12, 2010

BAHASA, APA PENTINGNYA?

Pemahaman akan sebuah ilmu yang memberikan jalan kepada ilmu-ilmu yang lain memudahkan dan mempercepat proses pembelajaran. Dan sambil bermain-main dengan bahasa, disinilah dimulai pemahaman mengenai pengetahuan. Bahasa, konsep pengkodean barangkali dimulai darinya. Bahasa adalah lambang untuk mengungkapkan "hal" yang berada di dalam diri kita dan luar diri kita.

Ketika berbondong-bondong orang mempelajari matematika, kimia, fisika, biologi, sosiologi, antropologi, ekonomi, geografi, dan ilmu2 yg lain, melulu mereka mempelajari bahasa. Apa yang diistilahkan, ditafsirkan, dan dikonsepkan tak mungkin jauh dari pem'bahasa'an teori yang yang rumit. Bahasa secara holistik (menyeluruh) adalah komunikasi yang dipakai untuk mengkomunikasikan dan menjalin relasi dan koneksi. Namun, berapa banyak dari kita yang membatasi konsep bahasa hanya pada bahasa Indonesia, bahasa Daerah, bahasa Inggris ? ? ? Matematika ya bahasa, bahasa angka-angka, simbol,logika, yang bila kita gak ngerti maksudnya ya kita tidak mungkin dapat berkomunikasi atau mengkomunikasikan hitung menghitung.

Sambil menghayati bahasa yang ruang lingkupnya yg begitu luas dibandingkan dgn disiplin ilmu yang lain, kita adalah subyek sekaligus obyek bahasa. Antara bahasa dan penguasaan suatu ilmu menunjukan bidang khasnya. Dapat didengar, dilihat, dan sekaligus dirasakan bagaimana seorang ahli fisika tidak lepas dari kata "gaya", "energi", "relativ", dsb. Dan bahasa adalah identitas yang sulit terlepas dari seseorang.

Makna, Definisi, Istilah, dan apapun itu merupakan hal yang paling esensial (dasar) dalam berpola bahasa. Semantik adalah lingkup bahasa yang mempelajari hal-hal diatas. Untuk apa berbahasa tanpa ada makna yang ingin diungkapkan ? ? ?

Dan saat ini kita menyadari, bagaimana bahasa adalah ilmu yang tak mungkin lepas dari disiplin ilmu yang lain. Bahasa yang kita gunakan menunjukan kualitas, keyakinan, atau kemampuan diri kita.

Dalam Epistemologi -> Bagaimana kita mengetahui Apa yang kita ketahui ???
Pelajarilah maknanya..

Berhati-hatilah berbahasa ! Kita memiliki suara hati yang dapat diajak berbicara, gunakanlah kemampuan alami ini. Dialog internal dahulu, setelah itu dialog external.

Dan ingat, bahasa bukan melulu apa yang diajarkan di sekolah. Semua yang terlihat dan terdengar disini, disitu, dan dimanapun adalah bahasa.

Asahlah diri dan temukan kebenaran dari apa yang ada serta carilah makna dari semua bahasa yang ada di bumi dan barangkali di dunia...

FILOSOFI, METAFORA, IMPROVISASISME MUSIKAL

Menggenapkan ke 40..Dari 1 yang tak terstruktur kepada 40 yang makin tak terstruktur..

REFLEKSI METAFOR IMPROVISATISME

Bagaimana struktur improvisasi berlalu dgn cepat sementara tercipta visualisasi mental bercerita ?
>Improvisasi adalah bercerita dari sebongkahan harmoni yang berulang secara konstan atau inkonstan yang berjalan di tiap segi ritmikal. Bercerita dengan sekalimat, sepatahan frase, sekelumit imajinasi yang diputuskan dengan 'melepaskan' diri dari belenggu teori. Karena menurut Charlie Parker, "Berlatihlah, Pelajari Semua, Kemudian Pada Saatnya,..Lupakan itu Semua..".Setiap nada, ritmikal, harmonik yang dijalin dari berbagai pattern maupun motif, secara spontanitas adalah bentuk pembebasan yang merupakan asal usul dimana Jazz lahir. Sinkopitas yang menstruktur ulang cerita improvisasi mengubah paradigma on-beat yg datar menjadi off-beat yang enerjik, imajinatif, dan kreatif dalam keluar dari jalur ritem yang ada. Improvisasi pada dasarnya mengembangkan dari 'cerita yang hanya sekedar menunjukan' menjadi 'cerita bermakna yang memberitahukan'..Penuh metafora, majas-majas improvisasi yang mengalun di tiap-tiap harmoni yang ekologis. Dan layaknya berpuisi spontanitas, semua dijalankan pertama kali dari berlatih menuai majas. Majas improvisasi yang unlimited bentuknya dapat dicari, dikreasikan kembali, dan dimaknai kembali.

>Improvisasi layak berlalu cepat, namun meninggalkan jejak-jejak visualisasi yang hanya hidup bila benar-benar menghayati dan memimik kalimat-kalimat yang dilontarkan improvisor. Sampai disini terciptalah "Audio to Visual" dan sebaliknya. Kemudian dari "Audio to Visual" menjadi apresiasi (penghayatan) yang sesungguhnya.

Apa yang membuat improvisasi dapat lebih hidup?

>Dinamik, Aksen, Artikulasi yang berbolak balik secara analog..Karena sebenarnya ini adalah pertanyaan "How to Play"..Yang berarti bagaimana mengolah kalimat datar menjadi kalimat persuasif..

Target berlatih akan dijalankan oleh improvisor justru untuk mengembangan realita spontanitas di panggung (performance). Jadi, apa salahnya mempelajari bergudang-gudang teori ??? Tidak salah, tetapi teori adalah praktek itu sendiri dalam konsep bermusik terutama improvisasi ini. Disonansi yang termainkan dengan sengaja sebenarnya bentuk pelepasan teori itu..Tidak ada yang mengajarkan disonansi dengan sempurna, karena disonansi seharusnya adalah bagian dari realita spontanitas.

Bagaimana mengkoneksikan hidup dengan improvisasi ?

1. Kita hidup dalam ruangan yang perlu diisi, karena ruangan dunia ini luasnya tanpa batas. Disinilah kebebasan untuk berimprovisasi yang diterjemahkan sebagai bentuk 'pengembangan diri'. Totalitas berkarya dalam segala bidang, dari esensi sampai kompleksitas yang teralami bila bentuk latihan dijalani dari serpihan-serpihan kecil kemudian satu kesatuan sistem.

2. Dalam konsep filosofi orang Jepang, Kaizen..Yaitu penyempurnaan tanpa henti bahkan dari hal yang amat disepelekan hingga ruang-ruang kosong terisi tanpa terkecuali. Mulai dari hal kecil, karena hal yang kecil mampu menciptakan perubahan besar.

3. Anggap apa yang dimainkan di musik improvisasi ini adalah kehidupan dan keseluruhan sistem ini sendiri. Harmoni adalah ekologi kehidupan. Ritmik adalah jalan kehidupan, masa sekarang, masa lalu dan masa yg akan datang. Melodi itu adalah kita sendiri, kadang kita keluar jalur, kadang kita tidak memperdulikan orang lain adalah proses berkelanjutan yang juga merupakan proses pembelajaran diri.

Dan sambil menikmati, menghayati, bervisualisasi, menciptakan sound mental, improvisasi adalah filosofi kehidupan ini.

SEKARANG ATAU SETELAH X, Y, Z ?

Setelah membaca tulisan ini, entah kenapa ada yang berubah..Sambil menikmati spasi diantara kata-kata atau huruf, tercipta kesadaran otomatis untuk melanjutkannya..

Dan sebelum aku menuai atau menanam perkataan menjadi perbuatan,.Menumpahkan seganjil mungkin dialog dalam hati yang tak seorang manusia tahu kecuali Sang Pencipta..

Dan bahkan semakin mengobati perasaan senang berlebihan, perasaan itu semakin kuat..Bahkan ketika berulang kali terjadi dengan penyadaran pikiran yang terbangun kokoh..

Memetik kepercayaan tentang keyakinan yang menimbulkan motif baru dari setiap apa yang terlihat, terdengar, teraba, tercium, terkecap secara tidak sadar. Membangun keputusan yang menentukan jalan berpikir dengan membangunkan diri yang sebenarnya telah atau sedang tertidur.

Dan disini maupun disitu tertidur tak ada yang membangunkannya terkecuali diri sendiri. Bukan nasehat yang membangunkan, tapi dirinya sendiri.

Sambil membaca kembali setiap spasi...Diantara spasi adalah kata yang bermakna konotasi atau denotasi tergantung siapa dan bagaimana penafsir serta penafsirannya..

Dan spasi adalah anugrah bagi yang membaca. Bacalah ruang kosong itu, niscaya pemahaman justru bertambah seiring bingung mengiringi.

Mudahnya, mata kita mampu mengamati tiap detil huruf tanpa harus terganggu oleh verba-verba dan adjektiva yang bersliweran dengan acak. Susunan syntax terabaikan atau diabaikan pikiran sadar.

Apakah sesuai, kata hati kita dalam bermain-main dengan sebongkahan abjad yang barangkali membuat pikiran serta merta bingung?

Terjawab sendiri, retorika ini adalah jawaban mengenai mudahnya tangan kita menulis dengan berbagai gaya. Semua diperoleh dengan latihan yang sedikit demi sedikit mengantar ke negeri pengetahuan dan pengalaman yang murni terpatri bila terulang dengan persisten.

Dan sementara tulisan ini begitu pendek, mendamaikan diri dengan suara hati adalah jalan yang menjadi sebuah presuposisi untuk terus berkarya, sekarang..Atau setelah membaca tulisan ini....

....

....

BELAJAR ADALAH MENSTRUKTURKAN RASA INGIN TAHU

Belajar adalah fenomena yang terabaikan. Hingga kini pembelajaran mengenai pembelajaran belum menuju kepada struktur permukaan. Yang membuatnya belum terpopulerkan adalah gaya belajar tradisional yang termanifestasikan tanpa kolaborasi pikiran sadar dan pikiran bawah sadar.

Mengangkatnya ke permukaan adalah dengan mengungkit dari dalam. Dengan mempertanyakan "Bagaimana aku tahu Apa yang aku tahu?". Bersama mempraktekan teori yang berputar-putar diantara kemiskinan praktikum sudah menjadi jalur di area Pendidikan di Indonesia. Walaupun scientifik, apa artinya? Apa kontribusinya? Dan bagaimana mengintegrasikannya pada kehidupan harian?

Belajar hakikatnya adalah keterampilan yang dapat dipelajari, diasah, dipertajam sampai terbentuk pemolaan strategi yang dapat diakses sewaktu-waktu secara spontan dalam kontext apapun.

Mengingat keterbatasan pembicaraan di sekolah yang sebenarnya 'menekan' kita sbg siswa untuk mengolahnya secara 'memaksa', maka perlu pemolaan atau bahkan menginterupsi pola dan menciptakan bentuk tingkah laku yang akan menjadi kapabilitas, bahkan identitas.